SELAMAT DATANG DI SEKOLAH DASAR NEGRI 016 BALIKPAPAN TIMUR
Jumat, 31 Desember 2010
Selasa, 21 Desember 2010
Seni Mengelola Kelas
Pertanyaan :
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Bu Evi yang baik, saya adalah seorang guru di salah satu SDIT Kota Bogor. Di kelas saya, hanya ada lima orang siswa, dua putra dan tiga putri. Setiap kegiatan belajar mengajar dimulai, saya harus mencari murid satu persatu untuk masuk kelas. Bagaimana cara yang efektif Bu, agar siswa saya disiplin dan mau belajar tanpa harus saya kejar-kejar? Terimakasih Ibu..
Puspita, Bogor.
Jawaban :
Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh,
Ibu Puspita, terimakasih atas pertanyaannya. Saya doakan, semoga Ibu selalu sabar, menghadapi siswa-siswi ibu. Meskipun hanya lima orang tapi membutuhkan energi yang cukup besar ya, sehingga Ibu harus kejar-kejaran dengan siswanya.
Ibu, mengajar dan mendidik adalah seni mengubah perilaku siswa menjadi cerdas dan baik. Oleh karena itu mengajar di kelas besar maupun kecil sama saja. Tidak tepat juga bila ada yang mengatakan mengajar di kelas besar lebih sulit dibandingkan mengajar di kelas kecil. Kelas Ibu contoh konkritnya. Saya juga punya teman yang mengajar hanya dua orang siswa bahkan. Saat satu siswa tidak termotivasi, siswa lainnya ikutan tidak termotivasi juga. Tetapi, jika kita tahu seninya, baik mengajar di kelas besar maupun kelas kecil akan terasa sama mudahnya.
Sebenarnya dalam mengelola sebuah kelas, yang terpenting adalah keterampilan manajemen kelas. Sebaiknya Ibu Puspita membuat peraturan dan prosedur dulu ketika hari pertama masuk sekolah. Misalnya peraturan masuk kelas. Nah, prosedurnya (cara) masuk kelas harus Ibu sampaikan pula. Mengenai prosedur kelas, Ibu bisa juga mengajak siswa untuk membuatnya bersama. Namun jika saat ini pembelajaran sudah berlangsung dan Ibu belum membuat kedua hal tersebut, tidak masalah. Sampaikanlah kedua hal tersebut pada hari Senin, sebelum memulai pembelajaran. Dapat juga hal tersebut Ibu sampaikan di akhir pekan, sehingga pada hari Senin berikutnya prosedur dan peraturan tersebut sudah dapat diterapkan. Jangan lupa, tentukan pula reward (hadiah) dan punishment (hukuman). Namun, perlu diingat bahwa reward dan punishment hanya diberikan setelah semua pendekatan tidak efektif.
Lalu bagaimana dengan pengelolaan kelas kecil seperti kelas Ibu? Setelah disosialisasikan peraturan dan prosedurnya, maka langkah kedua adalah membuat organisasi kelas dengan memberi tanggungjawab pada kelima anak tersebut dengan masing-masing tugas yang berbeda.
Cara efektif agar siswa menjadi disiplin adalah dengan menanamkan kesadaran terlebih dahulu. Sebab, jika aturan kelas hanya disampaikan tanpa membangun kesadaran terlebih dahulu maka sulit disiplin kelas terbentuk. Tentu saja perlu diperhatikan pendekatan komunikasi pada anak-anak tersebut. Berikanlah pesan-pesan yang membangun kesadaran dengan 'menyentuh' hati dan pikiran mereka. Sehingga siswa merasa membutuhkan disiplin tersebut. Mereka tahu manfaat disipin dan akibatnya, jika melanggar displin.
Oh ya bu, agar semua peraturan dan prosedur, bisa berjalan efektif dan siswa menjadi disiplin yang terpenting adalah dengan memberi teladan. Tentu saja teladan tersebut datang dari orang dewasa, dalam hal ini dicontohkan oleh guru sebagai role model. Insyaallah pendekatan-pendekatan yang ibu berikan dapat menyelesaikan masalah kelas ibu. Tetap semangat ya bu, sukses selalu. Semoga Ibu Puspita selalu dirahmati Allah swt.
Konsultasi diasuh oleh :
Evi Afifah Hurriyati, M.Si
Trainer Pendidikan & Kepala Program Sekolah Guru Ekselensia Indonesia LPI Dompet Dhuafa Republika
Email : pendidikan@rol.republika.co.id
Jumat, 21 Mei 2010
Banyak yang Pensiun pada 2009-2014, Indonesia Butuh 195.387 Guru
REPUBLIKA.CO.ID,MEDAN--Sebanyak 195.387 guru di seluruh Indonesia, mulai dari guru SD, SMP, dan SMA/sederajat memasuki masa pensiun sepanjang tahun 2009 sampai 2014. Ini artinya, kebutuhan guru sepanjang tahun itu akan mencapai 195.387 guru.
"Dengan demikian akan dibutuhkan tenaga-tenaga guru baru yang siap menggantikan guru-guru yang akan memasuki masa pensiun tersebut," ujar Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh, Sabtu malam (15/5).
Secara rinci, guru-guru yang akan memasuki masa pensiun tersebut pada tahun 2009 sebanyak 25.538 orang yang terdiri dari guru SD sebanyak 19.602 orang, SMP 4.008 orang, SMA 1.261 orang, dan guru SMK sebanyak 667 orang.
Tahun 2010 guru yang akan pensiun sebanyak 27.058 orang, masing-masing terdiri dari SD sebanyak 21.493 orang, SMP 3.671 orang, SMA 1.235 orang, dan SMK sebanyak 659 orang. Sementara tahun 2011 sebanyak 26.411 orang dengan rincian guru SD 21.285 orang, SMP 3.238 orang, SMA 1.269 orang, dan SMK sebanyak 619 orang.
Tahun 2012 guru yang akan memasuki masa pensiun sebanyak 38.640 orang yang terdiri dari guru SD sebanyak 31.467 orang, SMP 4.503 orang, SMA 1.828 orang, dan SMK sebanyak 842 orang. Dan untuk tahun 2013 sebanyak 37.492 orang dengan rincian guru SD 29.849 orang, SMP 4.657 orang, SMA 2.079 orang dan SMK sebanyak 907 orang.
"Sementara pada tahun 2014 guru yang akan memasuki masa pensiun sebanyak 40.248 orang, terdiri dari guru SD sebanyak 30.983 orang, SMP 5.411 orang, SMA 2.725 orang, dan SMK sebanyak 1.129 orang. Jadi totalnya hingga tahun 2014 ada 195.387 guru yang akan pensiun dan ini harus segera dicari penggantinya," tegas Mendiknas.
Sumber: Antara
Perjuangan Seorang Bocah Miskin Memburu Bangku Sekolah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Setiap generasi, berhak mendapatkan pengetahuan yang sama dan kehidupan lebih baik. Tapi, tiap generasi tak selalu beruntung mendapatkan kesempatan itu. Kendalanya, tidak setiap tiap generasi lahir di sendok emas, tercukupi secara materi dan finansial. Sehingga, pengetahuan hebat dan modern yang dapat menyejahterakan sebuah generasi, hanya dinikmati mereka yang mampu membayarnya.
Selama ini, kita meyakini, hanya dengan pengetahuan dan pendidikan yang baik, sebuah teror kemiskinan, dapat dihentikan. Namun, jika yang kita yakini itu dipajang dalam etalase mahal, hanya kalangan tertentulah yang dapat menyentuhnya. Kalaupun terbuka kesempatan untuk yang tidak mampu, ada prasyarat, miskin tapi juara. Di situ terwadahi oleh yang kita sebut, beasiswa.
Akhir pekan lalu, di bilangan Sawangan, Depok, dalam dialog bersama anak-anak yang putus sekolah di bangku SMA, terlontar pertanyaan-pertanyaan yang menyedak. “Saya bukan juara di sekolah, keluarga saya miskin hingga saya harus putus sekolah. Apakah karena saya bukan juara, haram untuk dapat beasiswa?” kata Azizah, penanya kritis itu membuat tenggorokan tercekat.
“Apa karena itu, kemudian masa depan kami selesai. Koruptor dan orang-orang yang selama ini kita lihat hebat tapi pembohong, bukankah dulu mereka juara dan lulusan dari perguruan tinggi terkenal. Mereka dari lulusan sekolah terbaik?” Azizah makin menghujam dalam. Dulu, ia putus sekolah di bangku SMP kelas satu, karena tak punya biaya. Tapi, ia punya kemauan kuat untuk sekolah.
Kemudian, remaja yang sejak kecil jualan makanan itu, bergabung di sekolah terbuka. Kini, ia lulus UAN SMA, meski sekolahnya hanya di lapangan dan numpang di surau-surau. Menjadi murid sekolah terbuka, perlu mental kuat. Azizah masih ingat, tatkala mau numpang di sebuah SMP negeri, pintu kelasnya diborgol, tak boleh masuk. Ia dan teman-temannya saat itu menangis. Hatinya tercabik-cabik. Pendidikan, ternyata kerap pula membuat hati sebuah generasi terluka.
Selama menempuh sekolah terbuka dari SMP sampai SMA, Azizah dan teman-temannya, patungan membuat seragam sendiri. Meski tak wajib, tapi mereka ingin merasa bangga mengenakan seragam sekolah. Di mana pun ruang belajar, tak penting. Lapangan, sawah, surau, masjid, hingga bekas kandang kambing tak jadi soal. Bagi mereka, ilmu hadir di mana saja, meski kenyataannya sebagian besar dipenjara dalam etalase kemewahan.
Dalam sedu sedan menuntut ilmu di ruang bebas itu, terdapat orang-orang hebat yang disebut Azizah, sebagai Guru Relawan. Mereka orang-orang yang menyedekahkan pengetahuannya untuk dibagi ke semua generasi lintas sekat. Tak ada gaji, guru relawan itu kepuasannya jika ilmu yang diberikannya dapat mengubah hidup generasi seperti Azizah, jadi lebih baik.
Kini, setelah lulus, Azizah berniat kembali ke komunitasnya. Kali ini tak sebagai murid, tapi ia akan menjadi guru. Dengan segala keterbatasannya, ia ingin pengetahuan dapat dinikmati semua generasi. Ia tak mau lagi, melihat sebuah generasi trauma melihat pintu kelas diborgol. Azizah, ingin memberi beasiswa bagi anak-anak yang tidak juara tapi miskin. Meski hanya di sekolah terbuka.
Rep: Adhiatmoko
Sumber: Baznas
Duh, Jutaan Anak Indonesia Belum Dapat Akses Pendidikan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Puluhan juta anak-anak di Indonesia hingga kini masih belum bisa mendapatkan akses pendidikan. Rinciannya, masih ada 29 juta anak usia pendidikan anak usia dini (PAUD), 41 juta usia wajib belajar, dan 12 juta usia SMA yang beluM menikmati pendidikan.
''Hal ini sangat menyedihkan dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa,'' ujar Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal, Selasa (18/5), dalam sambutan peresmian Yayasan Pendidikan Astra-Michael D Ruslim (YPA-MDR) dan penyerahan bantuan beasiswa oleh PT Astra Internasional Tbk di TMII, Jakarta.
Oleh karena itu, kata Fasli, masih banyak dan panjang tahapan yang diperlukan untuk mendapat dukungan program-program corporate social responsibility (CSR) di Indonesia. Sebagai regulator, Kemendiknas RI akan berupaya terus memfasilitasi bermacam peluang untuk tumbuh berkembangnya program CSR bagi peningkatan bidang pendidikan.
''Karena masih banyak anak di usia SD-SMP yang belum menikmati apa yang kita sebut dengan joy full learning dalam wajib belajar 9 tahun,'' jelas Fasli. ''Setelah lulus dan masuk SMA atau SMK, mereka pun perlu tambahan life-skill untuk masa depannya, baik untuk kemudian berlanjut kuliah atau kerja, atau kerja dulu kemudian kuliah. Saya berharap, segala potensi dan kebutuhan itu bisa saling bersinergi.''
Fasli menambahkan, muatan lokal dan riil misalnya di perkebunan dan pertanian, nelayan dan dunia usaha, itu menjadi sangat penting untuk pembelajaran. CSR perusahaan pun menjadi sangat penting membuat anak-anak memahami magang dan praktik kerja. ''Dengan cara itu, belajar bisa lebih efektif dan kontekstual,'' tegasnya.
Kemendiknas, jamin Fasli, sangat mendukung apa yang dilakukan swasta. ''Itu bentuk keselarasan antara dunia pendidikan dan dunia kerja atau bisnis,'' tandasnya.
Sumber: viruscerdas.com
Siap-siap ya, Guru 'Fresh' ke Daerah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) segera menyiapkan guru-guru 'fresh' untuk dialihtugaskan ke daerah yang kekurangan guru. Kebijakan itu sebagai upaya Kemendiknas untuk meredistribusi guru agar merata ke seluruh Indonesia.
''Daerah persebaran guru adalah daerah remote dan itu kita punya kebijakan beri insentif sehingga regulasi secara volunteer dimungkinkan karena sudah ada jalurnya. Kedua, secara afirmatif guru bisa dipindahkan secara khusus,'' ujar Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) usai pidato pembukaan Kongres Guru di Balai Kartini, Kamis (20/5)
Para guru 'fresh' itu, jelas Mendiknas, adalah pegawai negeri sipil (PNS). Mereka akan didistribusikan ke daerah-daerah terpencil pada tahun ajaran baru. ''Juli besok ini, kami ngebut supaya di kabupaten yang cukup dan kurang bisa memungkinkan pindah. Paling nggak daerah yang bersinggungan atau berdekatan bisa melakkan perpindahan itu,'' jelasnya.
Sekarang ini, lanjut Mendiknas, ada sekitar 200 ribuan guru yang pensiun. Dengan demikian, paling tidak butuh guru baru sebanyak itu. Yang kedua, karena jumlah penduduk bertambah, artinya jumlah murid sekolah dasar bertambah menjadi 200 ribu dan ditambah 1,4 persen. ''Tambahan itulah kira-kira tambahan guru. Idelnya 1:20,'' cetusnya.
Lebih lanjut Mendiknas memaparkan bahwa para guru 'fresh' itu nantinya akan didesain seperti apoteker dan kedokteran, yakni setelah selesai sarjana akan ada kursus mengajar untuk dapat sertifikasi mengajar. Dengan adanya sertifikasi, berarti para guru tersebut akan mendapatkan tunjangan. ''Sertifikasi itu adalah bagian dari insentif. Jadi kalau mau insentif tambahan harus tersertifikasi. Ke depan guru itu belum bisa menjadi guru sebelum mendapatkan sertifikasi,'' tegasnya.
Besarnya insentif itu, kata Mendiknas, paling tidak satu kali gaji sesuai golongannya. ''Ditambah insentif lain yang memang seharusnya diberikan,'' tandasnya.
Rep: Anissa Mutia